Siswa SMA Nuris Rebut Juara Tiga di Olimpiade Biologi se Jawa-Bali
Asrama
sains yang ada di Ponpes Nuris menjadi diskusi para santri tentang sains. Dari
sana, di harapkan muncul ilmuwan-ilmuwan baru yang lahir dari pesantren. Pelan
tapi pasti, santri Nuris mulai berprestasi dan menunjukan eksistensinya di
bidang sains.
BAGUS SUPRIADI, Sumbersari
BILA sebagian pelajar menganggap ilmu biologi
termasuk pelajaran yang sulit. Namun hal itu tidak berlaku bagi Berliani Dian
Nabila, siswi SMA Nuris dan Wardatul Fitriah, siswi MA Unggulan Nuris. Dua
pelajar ini memiliki semangat tinggi
untuk mempelajari ilmu biologi.
Jerih
payahnya mempelajari mata pelajaran tersebut membutuhkan hasil. Yakni kerap
meraih juara dalam berbagai lomba tingkat Jawa Timur. Berlian meraih juara
tiga, dan Warda meraih juara haearpan dua. Mereka tak hanya di latih di
sekolah, tetapi di asrama sains yang ada di pesantren, bisa leluasa mendalami
ilmu tersebut. “Ini yang ke tiga kali juara. Tahun sebelumnya juara dua tingkat
Jawa Timur,” kata Berlian penuh rasa percaya diri.
Juara
itu diraih dalam event Biological Science
Day VII yang diseenggarakan oleh Fakultas Mipa Universitas Jember pada 22
Oktober 2017 lalu. Berlian meraih juara tiga, meskipun tahun sebelumnya sempat
juara dua. “Sekarang juara tiga karena tingkat Jawa Bali, pesantrennya lebih
banyak, yakni 224 peserta,” terang siswi asal Pakusari tersebut. Sehingga
persaingan lebih ketat di banding tahun sebelumnya. Juara olimpiade biologi
tingkat Jawa Timur pernah diraihnya dalam olimpiade yang diselenggarakan
Universitas Muhammadiyah Jember.
Delegasi
dari siswa Nuris cukup banyak
mengikuti olimpiade tersebut. Ada
sekitar 17 orang, namun yang meraih juara hanya dua. “Kami harus berkompetisi
dengan 224 peserta agar bisa masuk semifinal,”ucapnya.
Berlian
harus mengerjakan 100 soal dengan benar selama dua jam agar bisa masuk ke babak
selanjutnya. Setelah selesai, dia bersama Warda bisa masuk semifinal beserta 50
peserta lain dari berbagai daerah. “Setelah selesai, ke babak semifinal di
aula,” tuturnya.
Di
sana, dia harus mengerjakansoal reponsif sebanyak selama 40 detik. Kemudian
pindah ke meja berikutnya menjawab soal, bahkan harus pindah meja se-banyak 25
kali. Semua soal itu mampu di jawab dengan baik oleh Warda dan Berlian.
Setelah
terpilih lima peserta dalam babak final, tahap selanjutnya adalah cerdas cermat
untuk merebutkan juara. Soal ini tidak mudah sebab tak hanya menjawab
pertanyaan, tetapi juga menganalisis dan menggambar. Semua soal itu mampu di
kerjakan dengan baik. Hingga akhirnya panitia
mengumumkan juara.
Bahkan
meskipun Warda meraih juara harapan dua, nilai tes tulis saat pertama olimpiade
menjadi nilai yang tertinggi. “Waktu itu nilainya sekitar 56, lebih unggul di
banding peserta lainnya,” aku perempuan asal Rambipuji tersebut.
Bagi
dua siswi tersebut, Biologi sudah menjadi mata pelajaran kesukaan sejak masih di bangku SMP Nuris.
Sehingga ketika mempelajarinya merasa senang dan asik. “Kadang sering belajar
otodidak dengan membaca buku,” terangnya.
Prestasi
yang diraih oleh siswi Nuris tersebut tak lepas dari system pembelajaran yang
diterapkan disekolah. Satu minggu sebelum pelaksanaan olimpiade, mereka dilatih oleh para gurunya. “Mereka di
kanrantinakan dulu, bahkan sehari sebelum lomba dibina selama delapan jam,”
tambah Desi Maya Fitriyah, koordinator ekstrakurikuler sains.
Menurut
dia, ekstrakurikuler sains menjadi wadah bagi santri Nuris untukn meningkatkan
potensinya. Mereka dibimbing dan di arahkan agar memiliki kemampuan yang
memadai dengan keterampilan yang dimiliki. “Sebelum masuk ekstrakurikuler,
mereka tes IQ dulu,” tuturnya.
Sehingga
bisa mengetahui bakat yang dimiliki
untuk di kembangkan. Setiap sore, mereka dilatih mengembangkan potensinya
tersebut, seminggu selama tiga kali. Sehingga memiliki pemahaman yang utuh dan
mendalam di bidangnya.
Pengasuh
Ponpes Nuris Gus Robith Qosidi menambahkan asrama sains yang dibuat di Ponpes
Nuris menjadi wadah para santri untuk memperdalam sains . “Di asrama mereka
bisa berdiskusi, meneliti tentang sains selama 24 jam,” ujarnya.
Asrama
sains tersebut, kata alumni Al Azhar Kairo tersebut, terinspirasi dari
perpustakaan ternama di Baghdad, yakni Baitul Hikmah. Wadah tempat para ilmuwan
berdiskusi dan melakukan penelitian. Sehingga Nuris menjadi pelopor pesantren
di dalam pengembangan sains.
Tak
hanya itu, program pendukung lain untuk mencetak ilmuwan baru adalah
mendatangkan pakar dari berbagai kalangan, mulai dari peneliti hingga akademis
kampus. Bahkan sarana juga dikembangkan, seperti laboratorium yang memadai.
“Teropong bintang kami punya, fasilits lengkap,” ucapnya.
Dia
berharap agar santri Nuris bisa memiliki kemampuan utuh dibidang sains. Ketika
lulus, mereka tidak hanya mendapat ijazah sekolah, tetapi punya kemampuan yang
lebih. “Kami mengutamakan proses agar santri memiliki karakter ilmuwan, syarat
untuk kesana sudah ada,” pungkasnya. (k1/c1/hdi)
Sumber: JP-RJ Kamis 26 Oktober 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar