Sabtu, 20 Januari 2018

Sani, Ibu Kandung Korban yang Tertimbun Tanah Longsor di Sumberbaru



Tolong Pak, Cari Anak Cucu Saya sampai Ketemu

            Peristiwa tanah longsor di Desa Jambesari, Sumberbaru menyisakan dua duka bagi korban yang masih belum di temukan. Tak, terkecuali Sani, Ibu kandung Yana, salah satu anaknya yang tertimbun tanah.


                         RULLY EFENDI, Sumberbaru 
  
                MATA Sani begitu bengkak. Dia sudah tidak banyak menangis. Hanya sesekali, air matanya menetes begitu saja. Tanpa histeris. Namu tiap menatap longsoran, dia tampak begitu terpukul. Teringat anak, menantu dan cucunya yang masih tertimbun longsoran.

            Sani memang ibu kandung Yana. Salah seorang korban hilang, yang di yakini terkubur bersama suami dan anaknya. Paniknya tidak berlebihan. Namun satu yang di minta ibu tiga orang anak itu, petugas tetap mencari keluarganya sampai ketemu. 

            Dia mengaku pasrah. Semisal anaknya di temukan tak bernyawa, dia pun rela. Namun yang di harap, seburuk apapun dia, ingin bertemu ketiga orang yang dikasihinya itu. “Meski sudah berupa mayat, tolong ya Pak, cari sampai ketemu,”pintanya, kepada petugas BPDB yang berseragam orange.

            Buruh lepas perkebunan itu menaruh harapan, ada keajaiban untuk ketiga anggota keluarganya tersebut. Dia selalu berdoa, mereka bertiga sedang tidak ada di rumah. Karena yang di ketahui Sani, ketiganya sering keluar di saat usai Magrib. “Saya berharap ada mukjizat,” katanya.

            Yana-anak sulung Sani, dengan mantan suami pertamanya. Sejak kecil, Yana, sudah harus menerima pil pahit karena ayah dan ibunya bercerai. Dia tidak lagi hudup bersama Sani, pun dia juga tidak bersama ayahnya. Karena Yana dititipkan ke kakek-neneknya.

            Sekitar tujuh tahun silam, Yana, di pinang seorang  pria yang bernama Saiful. Selisih umur keduanya di perkirakan 5 tahun. Setahun menikah, keduanya di karuniai seorang anak laki-laki yang di beri nama Muhammad Faris. Meski hidup pas-pasan, Sani, tak pernah di repotkan apalagi sampai mendengar keluhan ekonomi keluarga.

            Padahal yang di ketahui Sani, menantunya hanya seorang pekerja serabutan. Kadang di suruh orang membersihkan kebun. Kadang pula, diminta mencari kayu. Namun yang sering, Saiful, di kenal sebagai pencari janur.

            Rumah anak mereka pun sangat sederhana. Televisi dan listrikn memang ada. Tapi tak ada dinding tembok di rumah itu. Hanya bilik bamboo yang disebutnya tabing.”Keluarga anak saya memang pas-pasan,” imbuhnya.

            Bahkan yang di akui Sani, tanah yang di tempati anak nya itu, hasil dari pembeliannya. Membelikan tanah anaknya di sana, karena harganya lumayan murah. Tapi, memang lokasinya ada di tengah kebun kopi yang juga banyak di Tanami pohon sengon.

            Sejak awal menikah, mereka emang ingin hidup mandiri. Memilih jauh dari orang tua maupun mertuanya. Tujuannya, supaya orang tuanya tak pernah tahu keluh kesah menjalani hidup. “Tapi kalau mereka punya rezeki, selalu main ke rumah. Meski tidak mesti memberi sesuatu,” kenangnya.

            Sani menyesal. Dia yang tinggal di Perkebunan Sumber Oling, berjarak sekitar 9 kilo meter dari  rumah anaknya, datang terlambat sampai pagi. Sebab awal  menerima  kabar di malam hari, dia tidak mengira informasi longsor sampai mengubur rumah anaknya.

            Namun penyelesaiannya, di ubahnya menjadi semangat mendoakan  yang terbaik untuk ketiga orang yang di kasihi. Bahkan di akuinya, beberapa kiai yang dikenalinya, juga dia mintai supaya ikut mendoakan anak, menantu dan cucunya. “Saya akan terus berdoa. Tapi bukan untuk tahlilan,” katanya dengan nada tegar. (c1/rul)

Sumber: JP-RJ Rabu 18 Oktober 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cara Anak Muda Buktikan Eksistensi dalam Globalisasi

Mulai Prestasi Internasional sampai Bersatu Lawan Hoax             Di era globalisasi, pemuda tidak hanya menyumbangkan peran secar...