Tolong Pak, Cari Anak Cucu Saya sampai Ketemu
Peristiwa
tanah longsor di Desa Jambesari, Sumberbaru menyisakan dua duka bagi korban
yang masih belum di temukan. Tak, terkecuali Sani, Ibu kandung Yana, salah satu
anaknya yang tertimbun tanah.
RULLY
EFENDI, Sumberbaru
MATA Sani begitu
bengkak. Dia sudah tidak banyak menangis. Hanya sesekali, air matanya menetes
begitu saja. Tanpa histeris. Namu tiap menatap longsoran, dia tampak begitu terpukul.
Teringat anak, menantu dan cucunya yang masih tertimbun longsoran.
Sani
memang ibu kandung Yana. Salah seorang korban hilang, yang di yakini terkubur
bersama suami dan anaknya. Paniknya tidak berlebihan. Namun satu yang di minta
ibu tiga orang anak itu, petugas tetap mencari keluarganya sampai ketemu.
Dia
mengaku pasrah. Semisal anaknya di temukan tak bernyawa, dia pun rela. Namun
yang di harap, seburuk apapun dia, ingin bertemu ketiga orang yang dikasihinya
itu. “Meski sudah berupa mayat, tolong ya Pak, cari sampai ketemu,”pintanya,
kepada petugas BPDB yang berseragam orange.
Buruh
lepas perkebunan itu menaruh harapan, ada keajaiban untuk ketiga anggota
keluarganya tersebut. Dia selalu berdoa, mereka bertiga sedang tidak ada di
rumah. Karena yang di ketahui Sani, ketiganya sering keluar di saat usai
Magrib. “Saya berharap ada mukjizat,” katanya.
Yana-anak
sulung Sani, dengan mantan suami pertamanya. Sejak kecil, Yana, sudah harus
menerima pil pahit karena ayah dan ibunya bercerai. Dia tidak lagi hudup
bersama Sani, pun dia juga tidak bersama ayahnya. Karena Yana dititipkan ke
kakek-neneknya.
Sekitar
tujuh tahun silam, Yana, di pinang seorang
pria yang bernama Saiful. Selisih umur keduanya di perkirakan 5 tahun.
Setahun menikah, keduanya di karuniai seorang anak laki-laki yang di beri nama
Muhammad Faris. Meski hidup pas-pasan, Sani, tak pernah di repotkan apalagi
sampai mendengar keluhan ekonomi keluarga.
Padahal
yang di ketahui Sani, menantunya hanya seorang pekerja serabutan. Kadang di
suruh orang membersihkan kebun. Kadang pula, diminta mencari kayu. Namun yang
sering, Saiful, di kenal sebagai pencari janur.
Rumah
anak mereka pun sangat sederhana. Televisi dan listrikn memang ada. Tapi tak
ada dinding tembok di rumah itu. Hanya bilik bamboo yang disebutnya tabing.”Keluarga anak saya memang
pas-pasan,” imbuhnya.
Bahkan
yang di akui Sani, tanah yang di tempati anak nya itu, hasil dari pembeliannya.
Membelikan tanah anaknya di sana, karena harganya lumayan murah. Tapi, memang
lokasinya ada di tengah kebun kopi yang juga banyak di Tanami pohon sengon.
Sejak
awal menikah, mereka emang ingin hidup mandiri. Memilih jauh dari orang tua
maupun mertuanya. Tujuannya, supaya orang tuanya tak pernah tahu keluh kesah
menjalani hidup. “Tapi kalau mereka punya rezeki, selalu main ke rumah. Meski
tidak mesti memberi sesuatu,” kenangnya.
Sani
menyesal. Dia yang tinggal di Perkebunan Sumber Oling, berjarak sekitar 9 kilo
meter dari rumah anaknya, datang
terlambat sampai pagi. Sebab awal
menerima kabar di malam hari, dia
tidak mengira informasi longsor sampai mengubur rumah anaknya.
Namun
penyelesaiannya, di ubahnya menjadi semangat mendoakan yang terbaik untuk ketiga orang yang di
kasihi. Bahkan di akuinya, beberapa kiai yang dikenalinya, juga dia mintai supaya
ikut mendoakan anak, menantu dan cucunya. “Saya akan terus berdoa. Tapi bukan
untuk tahlilan,” katanya dengan nada tegar. (c1/rul)
Sumber: JP-RJ Rabu 18 Oktober 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar