Selasa, 16 Januari 2018

Melihat Semangat Puluhan Pendonor darah 75 Kali



Padahal Ada Yang Takut Lihat Jarum Suntik Gede

            Semangat para pendonor darah aktif lebih dari 75 kali patut di acungi jempol. Dalam setahun, mereka rutin donor darah tiga kali. Dan ini berlangsung hingga bertahun-tahun sampai sekarang. Mereka pun mendapat penghargaan dari Gubernur Jawa Timur.

NARTO,Jember

            EMPAT  pedonor darah lebih dari 75 kali itu berkumpul di kantor UTD PMI Kabupaten Jember. Mereka asyik ngobrol tentang kegiatan donor darah suka rela yang telah di lakukan UTD PMI. Mereka begitu antuias memberikan masukan pada Setyo Husodo, coordinator Pengerah Pendonor Darah Sukarela (P2DS) UTD PMI Jember.

             Mereka adalah FX Yiddi Purwa Mardianta, HM. Edi Soesilo, Agus Eko Setiawan, dan Yuli Hananto. Mereka berempat, bersama 18 pendonor darah lebih 75 kali, belum lama ini memang mendapat penghargaan dari Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo.

            Selain mereka, delapan pendonor lainb adalah Hasanuddin Pamungkas, Sugeng Sugito, Heru Purnomo, Hadrawi, Saiful Efendi, R. Endarwito, Sucipto, Agus Purnomo, Djoko Soedarmanto, Anita Sophia, Sugiarso, Djumadi, Zainul Hasan, Nevo Indra Prasetya, Asharianto, Ervan Setyo Budi, Agus Wagianto dan Tohar Ahmad.

            “Kami ini aktif donor darah tanpa pamrih. Tapi, penghargaan dari Gubernur ini menjadi semangat kami makin terpacu,” kata Eddy.

            Dia mengaku sudah puluhan tahun donor darah. “Saya sejak 1972 sudah donor darah. Waktu itu donor darah masih di lakukan secara langsung dari orang ke orang di rumah sakit simpang Surabaya,” kenang Eddy Soesilo.

            Pertama kali donor darah, Eddy mengaku agak terpaksa, karena hal itu di lakukan untuk adik kandungnya yang mengalami kecelakaan lalu lintas. “Sejak pertama donor darah saya  tergugah, begitu pentingnya donor darah bagi pasien. Setetes darah benar-benar sangat berarti bahkan bisa menyelamatkan nyawa orang lain,” terangnya. 

            Karena itu, mantan GM Indo Mobil Suzuki International Jakarta mengaku sangat antusias tiap ada kegiatan donor darah. “Kalau I catat terus, mungkin donor darah saya sudah lebih dari 150. Dulu system pencatatan tidak sebaik sekarang ini,” imbuhnya.

            Bahkan, dia mengaku siap saat ada panggilan permintaan untuk donor darah. “Kalau ada yang minta bantuan donor darah, saya siap setiap saat,” terang pria yang tinggal di perumaha Taman Gading Jember tersebut.

            Bahkan saat masih bekerja keiling di Indonesia, dia selalu aktif mengajak rekan kerjanya untuk donor darah. “Waktu saya jadi leader, saya pernah minta semua karyawan yang ada untuk ikut donor darah. Darah sangat berarti bagi yang membutuhkan. It uterus saya sosialisasikan kepada teman-teman. Coba bayangkan kalau yang butuh keluarga kita sendiri,” ujarnya.

            Sementara Agus Eko Setiawan punya pengalaman sendiri saat donor darah. “Ini benar-benar sosial. Pendonor dan yang di donori tidak saling kenal. Kita nggak tahu darah kita di berikan kepada siapa saja? Makanya pendonor darah ini tidak mengenal SARA,”Imbuh pria yg sehari-hari berdinas sebagai KTU MTsN 1 Jember tersebut.

            Dia mengaku punya pengalaman tersendiri saat bertugas di papua. “Saya dulu donor darah karena ada korban OPM di Papua yang sedang membutuhkan darah. Saya langsung bergegas untuk donor darah,” terangnya.

            Agus, sapaan karibnya, menjelaskan, para pendonor yang sudah lebih dari 75 kali sangat antusias untuk aktif sosialisasi kegiatan donor darah. “Donor darah ini sangat sehat bagi tubuh kita. Karena sel-sel darah berganti baru. Dan bikin awet muda,” ujarnya. Selain itu, setiap donor darah di cek kesehatannya. Khususnya tensinya.

            Dipastikan, pendonor aktif akan terpantau kesehatannya, setidaknya tiap 3 bulan sekali. Kini bisa 2 bulan sekali bisa ikut donor darah. “saya malah merasa rugi kalau tidak donor. Kiat sehat darahnya bisa di bagikan pada yang membutuhkan. Ini jadi ladang amal bagi saya tiap tiga bulan sekali berupa donor darah,” ujarnya.

            Meski demikian, awal ikut donor tidak sengaja. Dari awalnya mengantarkan teman untuk donor darah. “Awalnya gengsi saja, ada teman donor saya antar. Akhirnya saya berpikir, teman saja berani masak saya nggak berani. Sejak itu saya donor darah dan keterusan sampai sekarang,” ujarnya.

             Yulu Hananto, dosen Polteknik Negeri Jember ini mengaku sudah sekitar 90 kali donor darah. Dulu waktu aktif di pramuka saya berpikir tidak mungkin orang bisa donor sampai 100 kali. Namun, setelah sejak pertama kali donor, alumnus FTP Unej itu mengaku pikirannya salah. “Jika kita istiqomah ternyata bisa,” terangnya.

            Dia mengaku pertama kali donor saat menjadi ketua OSIS SMK Perkapalan Sidoarjo. “Dulu awalnya hanya gengsi saja, masak ketua OSIS tidak bisa memberikan contoh untuk donor darah. Akhirnya saya keterusan sampai sekarang,” imbuhnya.

            Padahal, sambungnya dia takut dengan jarum suntik. Meski demikian, akhirnya Yuli Hananto tak takut jarum suntik lagi. “Saya dulu berpikir jarum suntik itu tentu sakit karena cukup besar, ternyata setelah di jalani tidak begitu sakit. Sakit saat di masukkan saja karena tidak ada obat masuk ke tubuh. Beda dengan jarum untuk infus biasa nya ada obat di masukkan sehingga terasa sakit,” terangnya.

            Yiddi, pendonor lain, punya pengalaman serupa. Pria yang sehari-hari berdinas di Kantor Kementrian Agama (Kemenag) Jember itu ingat betul hari pertama donor. Yaitu pada hari Kamis 17 Juni 1993 di kampus STKIP Widya Yuwana Madiun, yang di adakan bidang kesejahteraan senat mahasiswa.

            “Kalau jarum suntik jenis apa saja saya tidak takut. Tapi dalam hati ketika mau donor sempat bertanya dalam hati kok jarumnya besar, terus rasanya bagaimana. Tekad bulat saya memberanikan diri dengan dalih waktu itu berbuat baik menolong sesama manusia,” ujarnya.

            Sejak itu dia aktif donor darah. “Namun saat mengikuti rangkaian pendidikan khusus, kegiatan donor sempat fakum. Tahun 1997 mulai aktif lagi sambil mencari informasi tempat donor darah,” ujarnya.

            Dengan semangat menolong orang lain maka sampai sekarang selalu berusaha untuk donor yang jadi dengan program di Gereja Katolik Santo Yusup Jember yang di adakan di Panti Siwi Jember.”Saya selalu mengajak untuk donor karena melihat badan saya yang gemuk. Sambil melakukan tensi darah saya menyemangati bahwa donor ini perbuatan baik. Jawab mereka, sering ada yang nyeletuk: Lho pak Yiddi harus donor juga? Saya akan donor juga,”selorohnya.

            Dia mengaku terkesan petugas dari PMI Jember sangat baik. “Ketika  waktu hasil tensi tidak normal (160/100). Oleh petugas saya dianjurkan  istirahat dulu. Begitu tensi menjadi 140/80, akhirnya boleh donor,” ujar pria yang sehari-hari menjadi Pengawas Pendidikan Agama Katolik di Kantor Kemenag Jember itu. Dalam menjalankan pekerjaan dia juga sering memberikan motivasi orang lain untuk menjadi pendonor. (c1/hdi)


Sumber: JP-RJ Sabtu 14 Oktober 2017


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cara Anak Muda Buktikan Eksistensi dalam Globalisasi

Mulai Prestasi Internasional sampai Bersatu Lawan Hoax             Di era globalisasi, pemuda tidak hanya menyumbangkan peran secar...