Padahal Ada Yang Takut Lihat Jarum Suntik Gede
Semangat
para pendonor darah aktif lebih dari 75 kali patut di acungi jempol. Dalam
setahun, mereka rutin donor darah tiga kali. Dan ini berlangsung hingga bertahun-tahun
sampai sekarang. Mereka pun mendapat penghargaan dari Gubernur Jawa Timur.
NARTO,Jember
EMPAT pedonor darah
lebih dari 75 kali itu berkumpul di kantor UTD PMI Kabupaten Jember. Mereka
asyik ngobrol tentang kegiatan donor darah suka rela yang telah di lakukan UTD
PMI. Mereka begitu antuias memberikan masukan pada Setyo Husodo, coordinator
Pengerah Pendonor Darah Sukarela (P2DS) UTD PMI Jember.
Mereka adalah FX Yiddi Purwa Mardianta, HM.
Edi Soesilo, Agus Eko Setiawan, dan Yuli Hananto. Mereka berempat, bersama 18
pendonor darah lebih 75 kali, belum lama ini memang mendapat penghargaan dari
Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo.
Selain
mereka, delapan pendonor lainb adalah Hasanuddin Pamungkas, Sugeng Sugito, Heru
Purnomo, Hadrawi, Saiful Efendi, R. Endarwito, Sucipto, Agus Purnomo, Djoko
Soedarmanto, Anita Sophia, Sugiarso, Djumadi, Zainul Hasan, Nevo Indra
Prasetya, Asharianto, Ervan Setyo Budi, Agus Wagianto dan Tohar Ahmad.
“Kami
ini aktif donor darah tanpa pamrih. Tapi, penghargaan dari Gubernur ini menjadi
semangat kami makin terpacu,” kata Eddy.
Dia
mengaku sudah puluhan tahun donor darah. “Saya sejak 1972 sudah donor darah.
Waktu itu donor darah masih di lakukan secara langsung dari orang ke orang di
rumah sakit simpang Surabaya,” kenang Eddy Soesilo.
Pertama
kali donor darah, Eddy mengaku agak terpaksa, karena hal itu di lakukan untuk
adik kandungnya yang mengalami kecelakaan lalu lintas. “Sejak pertama donor
darah saya tergugah, begitu pentingnya
donor darah bagi pasien. Setetes darah benar-benar sangat berarti bahkan bisa
menyelamatkan nyawa orang lain,” terangnya.
Karena
itu, mantan GM Indo Mobil Suzuki International Jakarta mengaku sangat antusias
tiap ada kegiatan donor darah. “Kalau I catat terus, mungkin donor darah saya sudah
lebih dari 150. Dulu system pencatatan tidak sebaik sekarang ini,” imbuhnya.
Bahkan,
dia mengaku siap saat ada panggilan permintaan untuk donor darah. “Kalau ada
yang minta bantuan donor darah, saya siap setiap saat,” terang pria yang
tinggal di perumaha Taman Gading Jember tersebut.
Bahkan
saat masih bekerja keiling di Indonesia, dia selalu aktif mengajak rekan
kerjanya untuk donor darah. “Waktu saya jadi leader, saya pernah minta semua karyawan yang ada untuk ikut donor
darah. Darah sangat berarti bagi yang membutuhkan. It uterus saya
sosialisasikan kepada teman-teman. Coba bayangkan kalau yang butuh keluarga
kita sendiri,” ujarnya.
Sementara
Agus Eko Setiawan punya pengalaman sendiri saat donor darah. “Ini benar-benar
sosial. Pendonor dan yang di donori tidak saling kenal. Kita nggak tahu darah kita di berikan kepada
siapa saja? Makanya pendonor darah ini tidak mengenal SARA,”Imbuh pria yg
sehari-hari berdinas sebagai KTU MTsN 1 Jember tersebut.
Dia
mengaku punya pengalaman tersendiri saat bertugas di papua. “Saya dulu donor
darah karena ada korban OPM di Papua yang sedang membutuhkan darah. Saya
langsung bergegas untuk donor darah,” terangnya.
Agus,
sapaan karibnya, menjelaskan, para pendonor yang sudah lebih dari 75 kali
sangat antusias untuk aktif sosialisasi kegiatan donor darah. “Donor darah ini
sangat sehat bagi tubuh kita. Karena sel-sel darah berganti baru. Dan bikin
awet muda,” ujarnya. Selain itu, setiap donor darah di cek kesehatannya.
Khususnya tensinya.
Dipastikan,
pendonor aktif akan terpantau kesehatannya, setidaknya tiap 3 bulan sekali.
Kini bisa 2 bulan sekali bisa ikut donor darah. “saya malah merasa rugi kalau
tidak donor. Kiat sehat darahnya bisa di bagikan pada yang membutuhkan. Ini
jadi ladang amal bagi saya tiap tiga bulan sekali berupa donor darah,” ujarnya.
Meski
demikian, awal ikut donor tidak sengaja. Dari awalnya mengantarkan teman untuk
donor darah. “Awalnya gengsi saja, ada teman donor saya antar. Akhirnya saya
berpikir, teman saja berani masak saya
nggak berani. Sejak itu saya donor darah dan keterusan sampai sekarang,”
ujarnya.
Yulu Hananto, dosen Polteknik Negeri Jember
ini mengaku sudah sekitar 90 kali donor darah. Dulu waktu aktif di pramuka saya
berpikir tidak mungkin orang bisa donor sampai 100 kali. Namun, setelah sejak
pertama kali donor, alumnus FTP Unej itu mengaku pikirannya salah. “Jika kita
istiqomah ternyata bisa,” terangnya.
Dia
mengaku pertama kali donor saat menjadi ketua OSIS SMK Perkapalan Sidoarjo.
“Dulu awalnya hanya gengsi saja, masak ketua OSIS tidak bisa memberikan contoh
untuk donor darah. Akhirnya saya keterusan sampai sekarang,” imbuhnya.
Padahal,
sambungnya dia takut dengan jarum suntik. Meski demikian, akhirnya Yuli Hananto
tak takut jarum suntik lagi. “Saya dulu berpikir jarum suntik itu tentu sakit
karena cukup besar, ternyata setelah di jalani tidak begitu sakit. Sakit saat
di masukkan saja karena tidak ada obat masuk ke tubuh. Beda dengan jarum untuk
infus biasa nya ada obat di masukkan sehingga terasa sakit,” terangnya.
Yiddi,
pendonor lain, punya pengalaman serupa. Pria yang sehari-hari berdinas di
Kantor Kementrian Agama (Kemenag) Jember itu ingat betul hari pertama donor.
Yaitu pada hari Kamis 17 Juni 1993 di kampus STKIP Widya Yuwana Madiun, yang di
adakan bidang kesejahteraan senat mahasiswa.
“Kalau
jarum suntik jenis apa saja saya tidak takut. Tapi dalam hati ketika mau donor
sempat bertanya dalam hati kok jarumnya besar, terus rasanya bagaimana. Tekad
bulat saya memberanikan diri dengan dalih waktu itu berbuat baik menolong sesama
manusia,” ujarnya.
Sejak
itu dia aktif donor darah. “Namun saat mengikuti rangkaian pendidikan khusus,
kegiatan donor sempat fakum. Tahun 1997 mulai aktif lagi sambil mencari
informasi tempat donor darah,” ujarnya.
Dengan
semangat menolong orang lain maka sampai sekarang selalu berusaha untuk donor
yang jadi dengan program di Gereja Katolik Santo Yusup Jember yang di adakan di
Panti Siwi Jember.”Saya selalu mengajak untuk donor karena melihat badan saya
yang gemuk. Sambil melakukan tensi darah saya menyemangati bahwa donor ini
perbuatan baik. Jawab mereka, sering ada yang nyeletuk: Lho pak Yiddi harus
donor juga? Saya akan donor juga,”selorohnya.
Dia
mengaku terkesan petugas dari PMI Jember sangat baik. “Ketika waktu hasil tensi tidak normal (160/100).
Oleh petugas saya dianjurkan istirahat
dulu. Begitu tensi menjadi 140/80, akhirnya boleh donor,” ujar pria yang
sehari-hari menjadi Pengawas Pendidikan Agama Katolik di Kantor Kemenag Jember
itu. Dalam menjalankan pekerjaan dia juga sering memberikan motivasi orang lain
untuk menjadi pendonor. (c1/hdi)
Sumber: JP-RJ Sabtu 14 Oktober 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar