Usai Panen Langsung Daftar Haji
Kampung
kopi Sidomulyo. Seharusnya sih demikian. Tapi, nyatanya masih terseok.
Keinginan menjadikan kampong kopi ini sudah begitu lama. Namun belum bisa
diterapkan seutuhnya.
BAGUS SUPRIADI, Silo
MEMASUKI
desa Sidomulyo Kecamatan Silo, tanaman kopi sudah mulai terlihat di perkebunan
milik warga. Bila musim panen, banyak warga yang menjemurnya di halaman rumah.
Bahkan, hampir semua rumah warga penuh dengan hamparan kopi.
Desa
ini memang di kenal sebagai salah satu sentra kopi di Kabupaten Jember. Sumber
utama kehidupan masyarakat berasal dari kopi. Bahkan, mereka berangkat hajin
juga karena penghasilan komoditas ini. “kalau dulu selesai panen, meraka bisa
langsung berangkat haji, kalau sekarang kan masih antre,” kata Suwarno, petani
kopi Sidomulyo.
Kopi
yang di tanam masyarakat terus berkembang. Itu karena mereka mendapat binaan
dari berbagai lembaga Mulai dari Bank Indonesia, Universitas Jember hingga
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka). Tak heran, setiap ada tamu dari
dalam hingga luar negeri yang ingin melihat kopi di Jember, rujukannya ke
Sidomulyo.
“Tamu
dari Unej, Puslit hingga BI yang ingin tahu kopi, ke Sidomulyo. Begitu Juga
mahasiswa yang ingin melakukan penelitian,”jelasnya. Tak tanggung-tanggung,
beberapa pengunjung dari luar negeri yang pernah datang meliputi Belanda,
Jepang, Perancis, Korea Selatan dan Australia.
Kopi
sudahb menjadi ikon Desa Sidomulyo sejak dulun hingga sekarang. Tak aneh bila
mereka ingin menjadikan kampungnya sebagai kampong kopi.
Setiap
bulan, ratusan orang berkunjung ke tempat ini untuk belajar tentang kopi.
Terutama mahasiswa, kemudian kelompok tani yang melakukan studi banding tentang
kopi ke Jember. Sayangnya, tak mudah untuk menjadikan desa ini sebagai sebagai agrowisata meskipun
banyaknya potensi lain di dalamnya, misalnya air terjun.
Suwarno
terus ingin mengembangkan taraf kehidupan petani kopi. Dia membentuk berbagai
kelompok tani dan koperasi. Salah satu koperasi majudi desa tersebut adalah
Ketakasian akronim dari Kelompok Tani
Kopi Sidomulyo. “Cita-cita kami dari dulu memang ingin menjadi kampung kopi,”
tuturnya ketua Koperasi Ketakasi tersebut.
Keunggulan
kopi Sidomulyo, aku dia, memiliki cita rasa yang berbeda dengan kopi lainnya.
Prosesnya di lakukan dengan cara olah basah. Bahkan kopi ini sudah memiliki SNI
sejak lama dan sedang dalam proses hak paten. Selain itu, petani sudah mulai
mengembangkannya dengan membuat kemasan sendiri.
“Olah
kopi basah petani Sidomulyo merupakan satu-satunya, yang mengawali di Jember,”
ungkapnya. Apalagi saat ini sedang mengembangkan kopi organic. Pengembangan
kopi tersebut tak lepas dari bantuan Bank Indonesia (BI), dinas perkebunan
(disbun), dinas pertanian, Puslitkoka maupun lembaga swasta yang peduli dengan
peningkatan kualitas petani.
Meskipun,
proses penjualannya masih kalah dengan produk pabrik besar. Berbeda dengan dulu, petani terbiasa
menjualnya secara mentah sehingga harganya lebih murah. Padahal, ketika di olah
sendiri, harganya jauh lebih tinggi.
Petani
tidak menyerah. Mereka terus berupaya agar kopi kebanggaannya bisa memiliki
kualitas yang tinggi. Satu kali panen bisa mencapai sekitar 3.000 ton. Bahkan
jumlah kopi yang di hasilkan petani Sidomulyo tidak akan kurang kalau hanya
untuk mencukupi seluruh warga Jember selama satu tahun.
Menurut
dia, proses menjadi kampong kopi terus berjalan
sambil mempersiapkan sarana lain. Muli dari peningkatan kualitas sumber
daya manusia (SDM) dan akses menuju lokasi. “Disini lengkap dari hulu hingga ke
hilir, mulai dari pengolahan tradisional hingga modern,”paparnya.
Selain
itu para pemuda desa juga membuat gerakan pemuda Sidomulyo untuk mewujudkan
desa ini menjadi kawasan agrowisata. Sebab, ketika sudah menjadi wisata, harus
lengkap, apa yang bisa di lihat dan di jual.
Suwarno
mengaku, selain memiliki potensi kopi, desa tersebut memiliki potensi alam yang
menarik untuk di jadikan agrowisata. Seperti kerajinan kayu, air terjun,
dan pemandangan alam pegunungan dan peternakan. “Bahkan sempat meraih
penghargaan nasional di Jakarta tahun lalu,” paparnya.
Pengembangan
kopi Sidomulyo juga di akui Adikarta, penyuluh kopi Kecamatan Silo dari
Disbunhut Jember. Menurutnya pengembangan Sidomulyo sebagai agrowisata harus di
dukung dengan sarana yang memadai. Sehingga ketika ada pengunjung asing yang
datang, mereka akan terkesan dan menikmati pesonanya. “Misal, ketika memasuki
pintu gerbang, disana bisa diberi lambang kopi sebagai ikon,” terangnya.
Sekarang,
lanjut dia, dukungan masih untuk pengolahan kopi, bukan pengembangan sebagai
agrowisata. Sehingga pemerintah perlu mendorongnya agar bisa meningkatkan taraf
ekonomi masyarakat. (c1/ras)
Sumber: JP-RJ
Senin 18 Oktober 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar