Kamis, 18 Januari 2018

Ke Sidomulyo, (Seharusnya) Kampung Kopinya Jember



Usai Panen Langsung Daftar Haji

            Kampung kopi Sidomulyo. Seharusnya sih demikian. Tapi, nyatanya masih terseok. Keinginan menjadikan kampong kopi ini sudah begitu lama. Namun belum bisa diterapkan seutuhnya.


BAGUS SUPRIADI, Silo


            MEMASUKI desa Sidomulyo Kecamatan Silo, tanaman kopi sudah mulai terlihat di perkebunan milik warga. Bila musim panen, banyak warga yang menjemurnya di halaman rumah. Bahkan, hampir semua rumah warga penuh dengan hamparan kopi.

            Desa ini memang di kenal sebagai salah satu sentra kopi di Kabupaten Jember. Sumber utama kehidupan masyarakat berasal dari kopi. Bahkan, mereka berangkat hajin juga karena penghasilan komoditas ini. “kalau dulu selesai panen, meraka bisa langsung berangkat haji, kalau sekarang kan masih antre,” kata Suwarno, petani kopi Sidomulyo.

            Kopi yang di tanam masyarakat terus berkembang. Itu karena mereka mendapat binaan dari berbagai lembaga Mulai dari Bank Indonesia, Universitas Jember hingga Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka). Tak heran, setiap ada tamu dari dalam hingga luar negeri yang ingin melihat kopi di Jember, rujukannya ke Sidomulyo.

            “Tamu dari Unej, Puslit hingga BI yang ingin tahu kopi, ke Sidomulyo. Begitu Juga mahasiswa yang ingin melakukan penelitian,”jelasnya. Tak tanggung-tanggung, beberapa pengunjung dari luar negeri yang pernah datang meliputi Belanda, Jepang, Perancis, Korea Selatan dan Australia.

            Kopi sudahb menjadi ikon Desa Sidomulyo sejak dulun hingga sekarang. Tak aneh bila mereka ingin menjadikan kampungnya sebagai kampong kopi. 

            Setiap bulan, ratusan orang berkunjung ke tempat ini untuk belajar tentang kopi. Terutama mahasiswa, kemudian kelompok tani yang melakukan studi banding tentang kopi ke Jember. Sayangnya, tak mudah untuk menjadikan  desa ini sebagai sebagai agrowisata meskipun banyaknya potensi lain di dalamnya, misalnya air terjun.

            Suwarno terus ingin mengembangkan taraf kehidupan petani kopi. Dia membentuk berbagai kelompok tani dan koperasi. Salah satu koperasi majudi desa tersebut adalah Ketakasian  akronim dari Kelompok Tani Kopi Sidomulyo. “Cita-cita kami dari dulu memang ingin menjadi kampung kopi,” tuturnya ketua Koperasi Ketakasi tersebut. 

            Keunggulan kopi Sidomulyo, aku dia, memiliki cita rasa yang berbeda dengan kopi lainnya. Prosesnya di lakukan dengan cara olah basah. Bahkan kopi ini sudah memiliki SNI sejak lama dan sedang dalam proses hak paten. Selain itu, petani sudah mulai mengembangkannya dengan membuat kemasan sendiri.

            “Olah kopi basah petani Sidomulyo merupakan satu-satunya, yang mengawali di Jember,” ungkapnya. Apalagi saat ini sedang mengembangkan kopi organic. Pengembangan kopi tersebut tak lepas dari bantuan Bank Indonesia (BI), dinas perkebunan (disbun), dinas pertanian, Puslitkoka maupun lembaga swasta yang peduli dengan peningkatan kualitas petani.

            Meskipun, proses penjualannya masih kalah dengan produk pabrik besar.  Berbeda dengan dulu, petani terbiasa menjualnya secara mentah sehingga harganya lebih murah. Padahal, ketika di olah sendiri, harganya jauh lebih tinggi.

            Petani tidak menyerah. Mereka terus berupaya agar kopi kebanggaannya bisa memiliki kualitas yang tinggi. Satu kali panen bisa mencapai sekitar 3.000 ton. Bahkan jumlah kopi yang di hasilkan petani Sidomulyo tidak akan kurang kalau hanya untuk mencukupi seluruh warga Jember selama satu tahun.

            Menurut dia, proses menjadi kampong kopi terus berjalan  sambil mempersiapkan sarana lain. Muli dari peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan akses menuju lokasi. “Disini lengkap dari hulu hingga ke hilir, mulai dari pengolahan tradisional hingga modern,”paparnya.

            Selain itu para pemuda desa juga membuat gerakan pemuda Sidomulyo untuk mewujudkan desa ini menjadi kawasan agrowisata. Sebab, ketika sudah menjadi wisata, harus lengkap, apa yang bisa di lihat dan di jual.

            Suwarno mengaku, selain memiliki potensi kopi, desa tersebut memiliki potensi alam yang menarik untuk di jadikan agrowisata. Seperti kerajinan kayu, air terjun, dan  pemandangan alam pegunungan  dan peternakan. “Bahkan sempat meraih penghargaan nasional di Jakarta tahun lalu,” paparnya.

            Pengembangan kopi Sidomulyo juga di akui Adikarta, penyuluh kopi Kecamatan Silo dari Disbunhut Jember. Menurutnya pengembangan Sidomulyo sebagai agrowisata harus di dukung dengan sarana yang memadai. Sehingga ketika ada pengunjung asing yang datang, mereka akan terkesan dan menikmati pesonanya. “Misal, ketika memasuki pintu gerbang, disana bisa diberi lambang kopi sebagai ikon,” terangnya. 

            Sekarang, lanjut dia, dukungan masih untuk pengolahan kopi, bukan pengembangan sebagai agrowisata. Sehingga pemerintah perlu mendorongnya agar bisa meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. (c1/ras)

Sumber: JP-RJ  Senin 18 Oktober 2017

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cara Anak Muda Buktikan Eksistensi dalam Globalisasi

Mulai Prestasi Internasional sampai Bersatu Lawan Hoax             Di era globalisasi, pemuda tidak hanya menyumbangkan peran secar...