Pesantren Lindungi Warga Yang Diamuk Masa Anti-PKI
Dimasa
jayanya, PKI punya riwayat konflik yang cukup dalam-baik dengan umat islam
maupun agama lain . Setelah percobaan kudeta yang gagal pada tahun 1965, para
kader maupun mereka yang dituduh terafiliasi dengan PKI menjadi sasaran amuk
masa. Namun dibalik sejarah kelam tersebut, juga terseliP beberapa kisah
humanis yang masih jarang diketahui khalayak.
ADI FAIZIN, Jember
MUSALA sederhana itu tak sekadar menjadi tempat
berjamaah bagi santri dan warga sekitar. Sebagaimana lazimnya pondok pesantren
pada umumnya, musala yang ada dikompoleks Pondok Pesantren Mabdul Maarif, Desa
Jombang Kecamatan Jombang itu menjadi sentra kegiatan pengajaran keagamaan khas pesantren, yakni ngaji
kitab.
Dikelilingi
bilik-bilik santri,musala itu juga dilengkapi menara, khas arsitektur masjid
dan pesantren kuno peninggalan walisongo.
Namun di
balik kesederhanaan bangunannya, Pondok Pesantre Mabdaul Maarif menyimpan cerita
sejarah yang panjang. Resmi berdiri menjelang berakhirnya kekuasaan Belanda di
Indonesia, Pesantren yang didirikan oleh KH Syafawi itu menjadi saksi sejarah
tentang gelora heroik para pemuda desa di Jember bagian selatan.
“Dulu semasa
revolusi fisik, pesantren ini menjadi salah satu sentra perlawanan para pemuda
melawan Belanda. Begitu juga pada masa penumpasan gerakan komunis,”tutur Zainul
Arifin, salah satu putra KH Syafawi.
Pada masa
orde lama, KH Syafawi bersama KH Djauhari Zawawi (pengasuh ponpes
Assuniyyah,Kencong) merupakan pimpinan dari Pengurus Cabang NU Kencong.
Sebagaimana diketahui, sejak awal berdirinya, kepenguruan NU Jember terbagi
menjadi dua, PC NU Jember dan PC NU Kencong.
Meski berada
di kawasan santri, pengaruh komunis cukup kuat di berbagai desa di Jember
selatan. Termasuk di Kencong dan Jombang. “Saat itu, kalau ada acara
masing-masing, baik NU, PKI serta PNI di desa sini, saling saing gebyarnya
acara,”lanjut Zainul Arifin.
Maka tatkala,
percobaab kudeta PKI gagal di Jakarta pada September 1965, pembersihan terhadap
anasir-anasir PKI marak dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia, tak
terkecuali di Jember selatan. Meski tak semua menjadi sasaran adalah
benar-benar anggota PKI.
Sebagai tokoh
agama, KH Syafawi tak lantas melakukan aksi balasan. Beberapa orang sebelumnya
yang terlibat dalam aktivitas PKI maupun yang hanya menjadi korban fitnah,
banyak yang kemudian mencari perlindungan di lingkungan PP Mabdaul Maarif.
“Saya ingat
sekali, waktu itu banyak orang PKI atau yang terindikasi merah, datang kemari
untuk meminta pertolngan. Abah waktu itu kemudian membimbing mereka mengucapkan
dua kalimat syahadat,”lanjut pria kelahiran 1952 ini.
Upaya itu
terbukti ampuh. Mereka yang datang ke Ponpes Mabdaul Maarif (Madaf) akhirnya
tak lagi menjadi sasaran amukan massa. Pada massa itu, masjid dan musala juga
mendadak penuh. Mereka yang semula terindikasi dikaitkan dengan PKI, langsung
mendadak rajin beribadah ke masjid dan musala.
Situasi
serupa juga di tuturkan KH Ahmad Sadid Jauhari, putra KH Djauhari Zawawi.
Mereka lama sekali berada didalam masjid, meskipun jamaah salat selesai,”ujar
pria yang akrab disapa Gus Sadid ini.
Menurut Gus
Sadid, tidak semua orang-orang dituduh PKI adalah benar-benar kader partai
brlambang palu arit. Beberapa orang yang tidak tahu menahu, banyak yang di
catut oleh PKI sebagai kadernya.
Seringkali
ada orang yang bertransksi dengan perusahaan perkebunan atau perusahaan kereta
api, lantas dicatut sebagai kader PKI. Karena pada masa itu, kedua perusahaan
tersebut banyak diisi oleh kader PKI,”tutur pengasuh pondok pesantren Assuniyyah, Kencong ini.
Pada tahun
1965, usia Gus Sadid amat belia. Namun dia masih mengingat betapa mencengkamnya
suasana ketika PKI sedang kuat di Jember. Karena itu dia berharap, masyarakat
tetap waspada terhadap paham komunis.
Meski
demikian, dia meminta masyarakat untuk tidak memperlakukan anak keturunan
mereka yang di anggap PKI, disecara berlebihan. “Kita harus mencontoh,
bagaimana nabi memperlakukan Ikrimah, anak abu Jahal. Nabi meminta sahabat
kalau membicarakan Abu Jahal tolong jangan di depan Ikrimah, untuk menjaga
perasaannya,”tutur Gus Sadid.
Kisah humanis
lain, juga di tunjukkan oleh KH Abdul Yaqin,pendiri dan Pengasuh Podok
Pesantren Bustanul Ulum, Desa Mlokorejo,
Kecamatan Puger pada masa pembasmian PKI. Sebagai salah satu pesantren tua,
Ponpes Mlokorejo memangdikenal sebagai pesantren pergerakan.
“Waktu zaman
penjajahan, pesantren ini sering di curigai oleh Belanda. Kemudian setelah
merdeka, pesantren ini juga di musuhi pleh PKI,”tutur KH Syamsul Arifin
Abdullah, salah satu putra KH Abdul Yaqin.
Pada masa
kemerdekaan dan Orde Lama, KH Abdul Yaqin memang di kenal dengan salah satu
tokoh yang cukup luwes. Sebagai tokoh politik islam, dia bisa di terima di
kalangan nasionalis dan juga akrab dengan akar rumput. Tumbuh besar di
lingkungan NU,KH Abdul Yaqin justru aktif di Masyumi dan setempat menjadi
anggota Konstituante dari partai tersebut. Karena itu, KH Abdullah juga dekat
dengan kalangan Muhammadiyah.
“Abah aktif
di Masyumi karena taat pada perintah gurunya di Tempurejo. Namun setelah
Masyumi dibubarkan oleh Bung Karno, beliau kembali aktif di NU,”lanjut KH
Syamsul.
Meski di
musuhi oleh PKI, tak lantas membuat KH Abdullah menyimpan dendam buta terhadap
PKI. Salah satu peristiwa yang di kenang adalah ketika seorang tokoh dari
kelompok nasionalis, dimusuhi oleh warga sekitar karena di curigai sebagai PKI.
Saat itu,KH Abdullah langsung mendatangi,merangkul dan menjelaskan kepada
masyarakat bahwa tokoh tersebut tidak layak di musuhi.
“Abah bilang
kepada masyarakat, bahwa orang ini bukan musuh kita. Salat dan kiblat nya pun
sama dengan masyarakat,” tutur KH Syamsul.
Sementara
sejarawan dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, IG Krisnadi
menjelaskan, ada banyak pula kisah penyelamatan yang di lakukan agamawan
terhadap orang-orang yang di tuduh sebagai PKI. Seperti yang dilakukan oleh
umat Khatolik di Jember.
“Saat itu,
Gereja Katolik Santo Yusup, yang ada di dekat alun-alun, banyak menampung dan
melindungi mereka-mereka yang terancam dibunuh karena di tuduh sebagai
PKI,”jelas saja sejarawan yang banyak menulis tentang PKI tersebut. (ad)
Sumber:JP-RJ Selasa 3 Oktober 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar