Selasa, 09 Januari 2018

KH Muzakki Syah, Pengasuh Ponpes Al-Qodiri, Gebang (2)



Sejak Muda Jarang Tidur Malam

Beberapa lama Kiai Achmad Muzakki Syah beristirahat (tidur) dalam sehari-semalam? Memang banyak yang tidak tahu. Namun sejumlah santri dan koleganya memastikan ulama “fenomental” yang dekat dengan umat ini jarang tidur malam. Bagaimana menjaga kesehtannya?


SHODIQ SYARIF,Jember



PADATNYA kegiatan ritual (pengajian) yang harus dijalani Kiai Muzakki-panggilan akrabnya-memang menyita waktu istirahat. Dan itu disadari oleh  tiga bersaudara pasangan Kiai Achmad Syaha-Hj Fatimatuz Zahro ini. Namun itu semua dianggap seudah “resiko” perjuangan untuk mengembangkan dakwah di tengah umat.

“Mungkin saya tidur satu dua jam saja. Itu pun pagi hari kalau tidak ada tamu” ujar kepada Jawa Pos Radar Jember, disela-sela menemui para tamunya, Jumat pekan lalu. Biasanya usai salat subuh berjamaah dan para santri, Kiai Muzakki membaca amalan rutin. Jika tidak terlalu lelah, disempatkan keliling area pondok melihat dan mengontrol fasilitas pesantren.

Setelah itu, sambil minta dipijati satu dua santrinya, barulah bisa tidur.
Tapi sekitar 09.00 atau jam 10.00, sudah terbangun lagi untuk beraktifitas. Semua itu dilakukan atas dasar kita kepada profesi dan umat. “kalau bekerja atas dasar cinta dan ikhlas, insyaallah tak mengenal lelah. Saya juga tak memakai obat-obatan atau jamu khusus. Jasa saja. Yang penting tidak lupa minum air putih yang banyak,”imbuhnya.

Kebiasaan janrang tidur malam itu, kata kawan-kawannya yg sudah di jalani. Ketika nyantri di Ponpes Al-Fatah, Palang sari, Kiai Muzakki dikenal suka wiridan hingga dini hari,bahkan pagi. Mondoknya pun tak pernah lama. Selain di Al-Fatah, Kiai Muzakki juga pernah ngantri di Ponpes Darul Ulum, Peterongan, Jombang, dan Gontor Ponorogo. “Istilahnya hanya tabarrukan (mencari berkah pondok,Red),” tutur Ahmad Rifai, salah seorang asisten pribadinya.

Seperti yang di ceritakan dalam buku”Mutiara Dalam Samudra,”  karya Dr Hefni Zen dan Moch. Holili MPdI (2007), sejak balita Kiai Muzakki memang telah memiliki banyak kelebihan. Dan itu juga telah “disinyalkan” oleh ayahandanya KH Achmad Syaha baha kelak anak nya akan menjadi orang yang bermanfaat untuk umat. Selain senang menimba ilmu dari berbagai ulama besar, Muzakki (kecil) juga sempat mendalami ilmu gaib.

Dibidang pendidikan, Kiai Muzakki sempat kuliah tingkat dua di IAIN Jember. Setelah itu dia banyak mengelana sambil menimba ilmu secara khusus pada sejumlah ulama. Termasuk belajar secara otodidak, berkat kelebihan yang di miliki. 

Ketertarikannya pada ritual tarekat , ketika sedang nyantri di darul ulum, Peterongan, Jombang. Saat itu dia menyaksikan zikir ribuan jamaah Thariqat Nasyabandiah, pimpinan KH Muztain Romli. Sayang, ketika minta izin kepada abahnya (Kiai Syaha), untuk mengikuti tarekat tersebut, sang ayah tidak mengizinkan. Alasannya, terlalu lama dan memakan waktu. Sang ayah, justru menyuruhnya meniru tarekat para ulama dan aulia Madura. 

Ponpes Al-Qodiri baru di dirikan oleh Kiai Muzakki tahun 1976, diatas lahan 5.000 m/s. Dibantu sahabatnya sesama alumni Al-Fatah, Talangsari, Jember, Abdul Jaelani. Dipilihnya nama Al-Qodiri karena terinspirasi oleh thariqat dan nama besar Syeh Abdul Qodiq Al-Djaelani. Selain juga hasil salat istikharah Kiai Muzakki sendiri. Jika awal berdirinya Ponpes Al-Qodiri hanya 9 orang santri, kini jumlahnya sudah mencapai 4000-santri pria-wanita.

Demikian pula pengembangan lembaga pendidikannya. Kini telah mencapai 350-an unit pendidikan dibawah naungan ataupun filial Al-Qodiri. Bahkan, sejak beberapa tahun lalu, pesantren yang tergolong mudah (disbanding sejumlah pesantren yang berusia ratusan tahun ),kini telah membuka sekolah umum dan perguruan tinggi yang bernama Sekolah Tinggin Agama Islam Al-Qodiri (Staiqod). Lahannya pun yang semula hanya 5.000 meter, kini telah berkembang lebih dari 25 hektare.

Sebagai ulama sangat berpengaruh hingga mancanegara,tentu saja Kiai Muzakki telah menyiapkan pengganti penerus dakwahnya kelak. Salah satunya adalah Gus Taufiqur Rohman, yang konon menjadi “ pewaris tahta” pesantren. Alasannya, sang putra sulung ini memiliki kesamaan dengan ayahandanya, terutama keistiqamahannya dalam berdzikir, kedermawanan,dan kedigdayaannya. Selain Gus Taufiq, pasangan Kiai Muzakki-Hj Halimah ini juga memiliki tiga putra, yakni Ilmi Mufidah,Acham Fathil,Dan Hilmi , yang semuanya siap meneruskan perjuangan sang ayah. Bahkan, Hj Halimah, sang istri, sudah lama menjadi penceramah unggulan, yang setiap saat siap menggantikan Kiai Muzakki dalam mengisi pengajian. (c1/sh-habis)
Sumber:JP-RJ Sabtu 7 Oktober 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cara Anak Muda Buktikan Eksistensi dalam Globalisasi

Mulai Prestasi Internasional sampai Bersatu Lawan Hoax             Di era globalisasi, pemuda tidak hanya menyumbangkan peran secar...