Warga Menilai Baik, Keluarga Malah Menolaknya
Manusia
memiliki sisi berbeda. Mereka yang suka, memuji sikapnya. Sedangkan yang tak
suka, menilai buruk. Bahkan menolak keberadaanya. Ya seperti kisah Fikko.
RULLY EFENDI,Jember
NAMA lengkapnya
Fikko Apridyarto. Terlahir sebagai laki-laki, namun pria kelahiran Semboro, 10
April 1995 ini tampak genit. Tak heran, sejak remaja dia lebih suka di panggil
Febby atau Nella. Beberapa bulan lalu, dia malah memelihara rambutnya dengan
warna kepirang-pirangan. Meski rambutnya kembali di cat hitam. Fikko memiliki
kelainan secara seksualitas.
Dia
lebih menyukai sesame jenis, dibanding lawan jenis. Sejak kecil, dia lebih suka
di panggiil Febby. Namun demikian, keinginan berubah gender semakin
menggebu-gebu ketika memasuki usia remaja.
Keyakinan
itu dia tegaskan dengan berani terang-terangan mengenakan pakaian perempuan. Dia juga kian gemar
bersolek.
Rambut
pasangan layaknya perempuan, juga dia koleksi
supaya lebih meyakinkan, bahwa dia juga cocok jadi perempuan.
Perceraian
kedua orang tuanya, menjadi alasan dia butuh kasih saying. Apalagi, dia begitu
akrab dengan kakaknya yang perempuan. Dia merasa lebih nyaman , saat bermain
layaknya orang perempuan. “Ya, dia sejak suka jadi perempuan,” kata
pengacaranya Fiqih Imam SH. Selama kasus hukum menimpa, pengacara muda ini
selalu didapuk sebagai juru bicaranya. Pada pengcara inilah Fikko alias Febby
alias Nella selalu terbuka.
Kondisi
Fikko yang seperti itu, rupanya di tentang keras oleh keluarganya. Karena
itulah dia memilih keluar dari rumahnya, di perumahan dinas sebuah pabrik di
Semboro, yang disebut kamaran. Hidupnya berpindah-pindah. Sampai terakhir, dia
menyewa rumah yang juga di jadikan salon, di Dusun Semboro Lor,RW 30
Desa/Kecamatan Semboro.
Fikko
milih hidup mandiri. Bekalnya, adalah keterampilan memotong rambut. Meski ala
kadarnya, dia pun berani membuka salon. Dia juga bersedia memotong rambut pria.
“Biayanya murah, hanya 5rb per kepala,”jelas Fakih.
Di
mata para tetangga rumah kontrakannya,Fikko, dikenal suka bermasyarakat. Bahkan
jika ada hajatan nikah dan slametan orang meninggal, dia tampil jadi juru
masak. Racikan bummbu masakannya, diakui enak dan lezat. “Dia itu di suruh apa
saja mau. Baik juga orangnya,” kata Mofid,salah satu tengga.
Semua
orang kampong tahu, Fikko adalah seorang waria. Namun sepengetahuan Mofid, tak
pernah ngajak teman warianya main kerumah dan salonnya. Mereka yang rajin
datang, remaja pria baru gede.
Beberapa
tempat nongkrong remaja kampong di Semboro juga kerap menjadi jujukan Fikko.
Salah satunya, di lapangan sepak bola di Semboro Lor. “ Dia juga sering
masak-masakan sama anak-anak kampong. Fikko yang masak,”akunya.
Mereka
baru kaget,saat tahu ada mayat di dalam sumur rumah kontrakan Fikko. Semakin
syok, karena pembunuhnya adalah Fikko sendiri, waria yang kesehariannya dia
puji.
Namun,
Kapolsek Semboro AKP Subagio punya pandangan beda. Perwira dengan tiga balok
kuning di pundaknya itu mendengar informasi dari para tetangganya, bahwa Fikko
pembuat onar di keluarganya. “Dia keluar rumah karena orang tuanya sudah tidak
sanggup lagi,” ungkapnya.
Bahkan
hasil penelusuran kepolisian, Fikko tercatat pernah di penjara 8 bulan di Bali.
Kasusnya hampir sama. Merampas motor korban teman kencan sesame jenis, dengan
modus mencekoki dengan miras di oplos obat keras berbahaya. “Tapi korbannya
tidak samoai meninggal. Akhirnya di
laporkan polisi dan dia di penjara,” katanya.
Bukan
hanya membuat onar di Bali. Pernah juga hijrah ke Makasar, dan di sana
meninggalkan banyak utang. Keluarganya sampai harus mengganti dengan puluhan juta rupiah.
Kini,
pria kemayu separo wanita itu, harus mendekam di penjara untuk mempertanggung
jawabkan perbuatan keji membunuh Andri Tristanto, remaja asal Malang. Dia
terancam hukuman seumur hidup, jika terbukti melakukan pembunuhan berencana.
Terlebih, dia juga membawa kabur motor korban. (rul/c1/hdi)
Sumber: JP-RJ Jumat 13 Oktober 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar